JAKARTA – Perjalanan satu tahun adalah waktu yang cukup berarti bagi pengenalan suatu kondisi atau keadaan baru dan langkah awal untuk melakukan refleksi dan evaluasi. Begitu juga halnya dalam satu tahun pemerintahan Kabinet Merah‑Putih, dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Di sektor perumahan rakyat menjadi salah satu pilar kebijakan strategis yang menjadi perhatian serius.

Pemerintah selalu menegaskan, bahwa rumah layak huni bagi rakyat bukan sekadar target angka statistik, melainkan bagian integral dari visi ASTA CITA yaitu hadirnya keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan bagi setiap warga negara. Dalam konteks ini, perumahan tidak cukup dilihat sebagai komoditas pasar melainkan sebagai instrumen pembangunan manusia dan jaminan martabat setiap warga negara.

APA SAJA YANG SUDAH DI LAKUKAN OLEH KEMENTRIAN PKP 1 TAHUN INI ??

Dibawah kepemimpinan Maruarar Sirait, Kementerian PKP memainkan tiga fungsi utama yaitu sebagai operator, regulator dan fasilitator dalam akselerasi pembangunan layak huni yang terjangkau. Sebagai keberhasilan awal, pada tanggal 30 Januari 2025, realisasi KPR subsidi telah mencapai 87.736 unit rumah untuk periode 100 hari kerja pemerintahan baru. Selanjutnya, hingga pada 30 April 2025 jumlah unit rumah subsidi tercatat 157.085 unit. Pada bulan agustus 2025, angka ini naik menjadi signifikan 190.335 unit. Sedangkan hingga pertengahan September 2025 tercatat realisasi 221.047 unit rumah subsidi.

Pada bulan Oktober adanya akad massal rumah subsidi. seperti 26.000 rumah subsidi di Jawa Barat yang di berikan langsung secara simbolis oleh Presiden Prabowo, mengalokasikan kuota KPR FLPP untuk 15.000 unit rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sumatera Utara, mengalokasikan sebanyak 20.000 rumah subsidi KPR bagi masyarakat Jawa Timur yang diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Wartawan serta di beberapa daerah-daerah provinsi lainnya di Indonesia.

Prestasi tersebut memperlihatkan, bahwa program rumah subsidi semakin menguat sebagai instrumen kebijakan yang pro‑rakyat. Memang target nasional yang ditetapkan untuk tahun 2025 ini adalah sebanyak 350.000 unit rumah subsidi tertinggi sepanjang sejarah program ini ada. Praktik kolaborasi antar kementerian/lembaga, sektor swasta dan dengan sektor perbankan turut mempercepat eksekusi, seperti Nota Kesepahaman antara Kementerian PKP, BNI, dan BP Tapera untuk alokasi KPR FLPP. Tidak hanya itu, untuk memperkuat pengawasan dan penanganan bagi kontraktor nakal alias jahat, Menteri Ara Sirait juga menggandeng pihak kejaksaan, kepolisian dan KPK untuk memastikan program ini bebas dari praktik korupsi, mark-up dan penyelewengan. Tujuannya untuk menjunjung tinggi transparansi, akuntabel dan integritas semua pihak yang terlibat.

Namun demikian, tantangan tetap nyata. Berdasarkan data laporan Kementerian PUPR pada bulan September tahun 2024 oleh sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Zainal Fatah, mengungkap bahwa rumah subsidi yang tidak dihuni mencapai tingkat ke­kosongan antara 60 % hingga 80 % di beberapa provinsi.

Berdasarkan data perumahan di Indonesia tahun 2023, angka masalah perumahan nasional (Backlog) tercatat mencapai 32,34 Juta unit, hal ini menandakan jumlah keluarga yang belum memiliki rumah layak huni atau masalah perumahan (44,27%). Selain dari pada itu, data lain datang dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dirilis langsung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, menunjukkan bahwa sekitar 26,92 Juta unit di Indonesia tidak layak huni (36,86%), mencakup aspek keselamatan, sanitasi, konstruksi, hingga akses terhadap air bersih. Melalui kementerian PKP, pemerintah berkomitmen membantu sebanyak 38.000 unit rumah layak huni melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

Kondisi ini menunjukkan bahwa akses dan pemanfaatan masih belum merata dan masalah pengalihan rumah subsidi kepada pihak tidak berhak masih menjadi pekerjaan rumah besar. Kendala lain meliputi kebutuhan lahan siap bangun, proses perizinan yang lambat di daerah tertinggal, serta disparitas akses pembiayaan bagi masyarakat MBR. Untuk itu, strategi revitalisasi diperlukan agar program tidak hanya berjalan cepat, tetapi tepat sasaran dan berkelanjutan.

Teori perumahan Marxis, memandang perumahan sebagai hak asasi manusia dasar yang harus tersedia bagi semua orang tanpa memandang status ekonomi. Rumah layak Huni merupakan implementasi right to housing yang mendasarkan bahwa setiap warga negara berhak atas hunian yang aman, layak dan berharga dalam martabat. Kebijakan rumah subsidi bukan semata‑mata pembangunan fisik, tetapi bagian dari keadilan sosial dan pembangunan rumah layak huni yang inklusif.

APA KATA MEREKA TERKAIT PROGRAM DAMPAK RUMAH SUBSIDI ??

Seorang ibu penerima manfaat rumah subsidi (Ibu siti dan ibu via) mengatakan, bahwa kepemilikan rumah subsidi memberikan kapastian hidup dan keamanan jangka panjang bagi keluarnya serta prosesnya cepat dan efektif tidak berbelit-belit.

Kenyataan seperti ini mengilustrasikan, bahwa bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rumah tidak hanya sebagai barang konsumsi, tetapi sebagai landasan stabilitas sosial dan psikologis bagi keluarga mereka. Senada dengan itu, hal yang sama disampaikan penerima manfaat lainnya, Mas Mugiyono (seorang montir bengkel), mengungkapkan rasa terimakasihnya atas program rumah subsidi dari pemerintah, sehingga ia bebas dari uang kontrakan rumah setiap bulan dan bisa hemat pengeluaran, hal ini sangat bermanfaat bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Testimoni positif seperti ini perlu dilihat sebagai kritis untuk tetap melangkah maju kedepan, khususnya mendukung keterjangkauan rumah subsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan kelompok rentan sosial.

HARAPAN KITA 4 TAHUN KEDEPAN

Harapan kita untuk empat tahun kedepan adalah, Kementerian PKP yang di pimpin Maruarar Sirait terus memperkuat mekanisme monitoring dan evaluation berbasis data Real‑Time, memperluas penetrasi ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) dan memperkuat kemitraan publik swasta masyarakat agar keberadaan rumah subsidi nyata sebagai rumah layak dan bukan sekadar unit kosong.

Akhirnya kata, satu tahun pertama ini menjadi fondasi penting. Realisasi angka statistik menunjukkan kemajuan, namun kualitas, distribusi, dan pemanfaatan rumah subsidi harus terus ditingkatkan dan tepat sasaran. Dengan penguatan strategi dan kerjasama lintas sektor, program ini berpotensi menjadi simbol kehadiran negara lewat program rumah subsidi yang pro‑rakyat dan berkeadilan sosial wujudkan ASTA CITA.