PALANGKA RAYA Pekerjaan proyek rehabilitasi Asrama Putra Mahasiswa Kabupaten Barito Timur di Palangka Raya telah berjalan sejak Rabu, 29 Oktober 2025, namun hingga kini tidak terdapat plang proyek di lokasi pembangunan. Fakta ini memunculkan kritik keras dari kalangan mahasiswa yang menilai Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Barito Timur kurang transparan dalam pelaksanaan proyek bernilai miliaran rupiah tersebut.

Proyek senilai Rp 2,8 miliar ini merupakan bagian dari Program Penataan Bangunan dan Lingkungan. Berdasarkan data teknis, CV. Betang Teknosindo Konsultan bertindak sebagai konsultan perencana.

Pantauan di lapangan menunjukkan pekerjaan telah berjalan aktif. Salah satu pekerja menyebutkan bahwa proyek mulai dikerjakan sejak Rabu (29/10/2025). Namun hingga kini tidak ada papan informasi proyek yang terpasang di sekitar area pembangunan asrama.

“Sudah mulai dari Rabu kemarin, Mas.” Ucap salahsatu pekerja dengan lugas kepada Fardoari mahasiswa asal Barito Timur saat dilapangan.

Foto Lantai Asrama Putra Barito Timur

Jawaban sederhana itu justru membuka pertanyaan yang lebih besar. Mengapa proyek senilai miliaran rupiah bisa berjalan tanpa plang proyek? Bukankah plang adalah tanda resmi bahwa pekerjaan dilakukan sesuai prosedur dan menggunakan dana publik?

Padahal, sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 6 Tahun 2021, setiap proyek pemerintah wajib memasang papan informasi proyek (plang) yang berisi nama kegiatan, sumber dana, nilai kontrak, waktu pelaksanaan, dan identitas penyedia jasa. Ketentuan ini juga selaras dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Absennya plang proyek menjadi indikasi lemahnya pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik, yang semestinya menjadi fondasi pemerintahan daerah dalam mengelola anggaran publik.

Fardoari Reketno, Demisioner Ketua Himpunan Mahasiswa Barito Timur (HIMA Bartim) periode lalu, menilai bahwa ketiadaan plang proyek merupakan pelanggaran terhadap semangat keterbukaan informasi publik.

“Proyek ini nilainya besar, mencapai Rp 2,8 miliar, tapi tidak ada plang proyek yang menjelaskan siapa pelaksana, berapa durasi pekerjaan, dan kapan selesai. Ini bukan hal sepele. Ini soal kepercayaan publik dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat,” tegas Fardoari, Senin (3/11/2025).

Ia juga menyerukan agar Ketua HIMA Bartim yang baru terpilih periode 2025-2026 bersama seluruh mahasiswa Barito Timur di Kota Palangka Raya untuk turut mengawal jalannya proyek tersebut.

“Mahasiswa jangan diam tidak boleh apatis. Ini proyek untuk kepentingan kita, asrama kita. Kita harus memastikan uang rakyat digunakan dengan benar. Saya mengajak semua mahasiswa Bartim di Palangka Raya untuk ikut memantau proyek ini sampai selesai,” ujarnya lantang.

Fardoari menegaskan bahwa mahasiswa tidak hanya berperan sebagai pengamat, tetapi juga sebagai pengawal moral pembangunan daerah agar tidak terjadi penyimpangan di lapangan.

Foto ke arah jalanAsrma Putra Barito Timur di Kota Palangka Raya

Ketiadaan papan proyek menunjukkan masih lemahnya kesadaran pemerintah terhadap pentingnya transparansi publik sebagai budaya birokrasi modern. Dalam konteks good governance, transparansi bukan hanya prosedur administratif, melainkan bagian dari etika penyelenggaraan pemerintahan.

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diperbarui dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, setiap pelaksanaan proyek publik harus mengedepankan prinsip efisiensi, akuntabilitas, dan keterbukaan. Karena itu, proyek yang berjalan tanpa plang dianggap tidak memenuhi unsur transparansi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Prinsip seolah kehilangan maknanya dana arah, ketika papan proyek saja tak dipasang. Publik akhirnya tak tahu berapa lama proyek dikerjakan, siapa pelaksananya, dan kapan seharusnya selesai.

Desakan agar Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Barito Timur segera memasang plang proyek secara resmi dan membuka data publik terkait kontrak, durasi, serta pihak pelaksana kepada masyarakat.

“Kami mendukung pembangunan, tapi transparansi adalah harga mati. Kalau dari awal saja tidak terbuka, bagaimana masyarakat bisa percaya? Ini bukan uang pribadi pejabat atau kontraktor. Ini uang rakyat, dalam waktu dekat kami akan menyurati pemerintah kabupaten Barito Timur untuk memastikan keterbukaan informasi ini” tutup Fardoari.

Temuan ketiadaan plang proyek ini menjadi pengingat bahwa pembangunan tanpa transparansi adalah kemunduran moral dalam tata kelola publik. Mahasiswa Barito Timur menegaskan komitmennya untuk terus mengawal penggunaan anggaran publik, agar setiap proyek yang dilaksanakan tidak hanya selesai secara fisik, tetapi juga berintegritas secara etis dan administratif. Nv//001

Loading