BOGOR – Persoalan lahan Babakan Baru (BBR) Cipaku kembali mengemuka dalam rapat Komisi I DPRD Kota Bogor bersama Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) pada Rabu, 3 September 2025.

Warga menyampaikan keberatan atas pungutan sewa tanah yang diberlakukan sejak 2011 dan menuntut kepastian penerbitan sertifikat hak milik sebagaimana janji pemerintah sejak 1982.

Anggota Komisi I DPRD Kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso (STS), menegaskan bahwa dasar hukum warga cukup kuat.

Ia menjelaskan, surat kapling tahun 1982 merupakan keputusan tata usaha negara yang sah, bersifat individual, dan final. “Keputusan itu tidak bisa dibatalkan sepihak,” ujarnya.

Menurut STS, perjanjian sewa tanah tahun 2011 yang diberlakukan Pemkot cacat hukum.

“Perjanjian itu tidak memenuhi syarat sah perjanjian. Warga dijanjikan sertifikat dengan membayar sewa, tetapi sampai sekarang tidak ada satu pun sertifikat yang keluar,” tegasnya.

Ia juga menyoroti langkah Pemkot yang memasukkan lahan Cipaku ke dalam daftar aset daerah.

“Mengiklankan tanah warga melalui aplikasi Simasda bisa dikategorikan sebagai dugaan penyerobotan tanah. Negara tidak boleh bertindak seperti perampas hak rakyatnya sendiri,” kata STS.

Dalam rapat tersebut, STS mengajukan tiga rekomendasi.

“Pertama, batalkan perjanjian sewa 2011. Kedua, hentikan pungutan sewa tanah. Ketiga, bantu percepatan penerbitan sertifikat hak milik bagi 500 KK di Cipaku,” jelasnya.

Komisi I DPRD Kota Bogor menegaskan akan menindaklanjuti aspirasi warga dengan mengkaji langkah hukum maupun kebijakan bersama pemerintah kota.

“Masalah ini harus segera diselesaikan supaya warga mendapat kepastian hukum, dan pemerintah tidak lagi bersikap kontradiktif terhadap rakyatnya,” pungkas STS.