SURABAYA – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, menyampaikan bahwa 14.000 ke 20.000 unit rumah subsidi akan dibangun di Jawa Timur sebagai bagian dari komitmen memperkuat kehadiran negara dalam memenuhi kebutuhan perumahan rakyat di provinsi padat penduduk ini.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengonfirmasi bahwa alokasi 20.000 unit rumah murah bersubsidi disiapkan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), buruh, dan wartawan. Harga unit di zona 1 dipatok mulai dari Rp 166 juta dengan suku bunga subsidi.
Dalam rapat koordinasi antara PKP dan Pemprov Jatim, dibahas upaya percepatan distribusi dan hambatan lokal, seperti regulasi perizinan dan mahalnya harga tanah di kota‑kota utama. Pemerintah daerah memastikan dukungan penuh agar program ini bisa terserap optimal.
Berdasarkan data BTN, penerbitan KPR subsidi di Jawa Timur menunjukkan bahwa BTN menguasai 78,3 % pangsa pasar KPR FLPP di provinsi tersebut dengan 10.243 unit yang disalurkan melalui BTN Konvensional dan Syariah
yaitu, 6.505 unit dari BTN Konvensional dan 3.738 unit dari BTN Syariah dari total penyaluran bank penyalur di Jatim.
Secara nasional, BTN telah menyalurkan 142.749 unit KPR FLPP hingga September 2025, mewakili 64,89 % dari kuota 220.000 unit yang mereka tanggung jawab. Nilai penyaluran mencapai Rp 17,66 triliun. Umumnya penerima berada pada kelompok usia milenial (29‑44 tahun).
Tantangan utama muncul pada aspek lahan dan perizinan di Jawa Timur. Beberapa kantor cabang BTN hanya menyumbang sebagian besar realisasi, sedangkan kota pusat seperti Surabaya dan Sidoarjo terhambat oleh harga tanah yang tinggi sehingga plafon subsidi sulit dipenuhi.
Menurut Teori “Hak Atas Hunian Layak” (Right to the City, Henri Lefebvre 1968), rumah bukan hanya sekadar banguna fisik, tetapi menjadi komponen penting dalam kehidupan bermartabat dan sosial.
Dan setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat dan aman.
Maka, kebijakan rumah subsidi di Jawa Timur harus proaktif menjangkau kelompok rentan, termasuk pekerja informal, guru, petani, atau wartawan, agar keadilan sosial bisa diwujudkan.
Jika kolaborasi nyata terjalin antara Kementerian PKP, Pemprov, bank lokal, dialog dengan masyarakat dan pengembang, membangun rumah subsidi di Jawa timur bukan sekadar soal angka unit. Ia tentang “keadilan sosial dan kepercayaan bahwa negara hadir untuk rakyat kecil” .
Dengan demikian, Jawa Timur menjadi simbol bahwa impian memiliki rumah layak huni tak lagi sekadar harapan, tetapi kenyataan yang dirasakan oleh masyarakat. Maka pembangunan 20.000 unit di Jawa timur bisa menjadi contoh nasional bahwa rumah layak untuk untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), buruh dan wartawan di Jawa Timur bukan sekadar slogan, melainkan realitas yang terjamah oleh negara.