MAKASSAR — Universitas Hasanuddin (Unhas), yang selama ini dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terbesar di kawasan timur Indonesia, kini tengah menghadapi krisis multidimensi yang mengguncang reputasinya.

Tiga isu besar mencuat sekaligus yaitu masuknya Unhas dalam daftar “Red Flag” publikasi internasional, skandal pelecehan seksual yang melibatkan seorang dosen yang menjabat, serta mandeknya proyek pengembangan Kampus Unhas Jakarta.

Pertama, Publikasi Unhas Masuk Zona “Red Flag”

Laporan Research Integrity Index (RI²) yang dirilis awal 2025 menempatkan Unhas dalam zona merah (red flag) bersama beberapa universitas besar lain di Indonesia.

Zona ini menandakan adanya risiko tinggi terhadap integritas riset, termasuk potensi praktik manipulasi publikasi dan lemahnya tata kelola akademik.

Alih-alih menjadi kebanggaan, capaian kuantitas publikasi justru dinilai sebagai refleksi “panic academia”, di mana dosen dan institusi mengejar angka semata tanpa memperhatikan kualitas dan etika penelitian.

Kondisi ini mencoreng citra Unhas di mata nasional maupun internasional.

Kedua, Skandal Pelecehan Seksual oleh Oknum Dosen

Masalah integritas semakin diperparah dengan mencuatnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya berinisial FS.

Ironisnya, dosen tersebut juga menjabat sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan Peningkatan Reputasi di Rektorat Unhas.

Polisi telah menetapkan FS sebagai tersangka, sementara pihak kampus menjatuhkan sanksi administratif berupa pemberhentian dari jabatan struktural, nonaktif sebagai pengajar selama tiga semester, dan merekomendasikan pemecatan tetap sebagai ASN.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait perlindungan mahasiswa dan efektivitas sistem pengawasan internal kampus karena terkesan ditutup informasinya.

Ketiga, Mandek Pengembangan Kampus Unhas Jakarta

Sebagai upaya memperluas kiprah di tingkat nasional, Unhas merencanakan pengoperasian Kampus Jakarta untuk program pascasarjana pada pertengahan 2025.

Fasilitas megah seperti hotel dan apartemen sempat dijanjikan sebagai pendukung operasional pada tahun 2024.

Namun hingga saat ini, tidak ada perkembangan signifikan terkait operasional penuh kampus tersebut. Penundaan ini memunculkan kritik keras bahwa Unhas gagal menepati target dan menunjukkan lemahnya perencanaan strategis.

Alih-alih menjadi simbol ekspansi dan prestise, proyek ini justru menambah daftar masalah yang belum terselesaikan.

Citra Akademik dalam Titik Nadir

Tiga persoalan tersebut—red flag publikasi, skandal moral dosen, dan kegagalan ekspansi kampus—mencerminkan krisis tata kelola yang serius di tubuh Unhas. Reputasi yang selama ini dibangun dengan narasi “kampus unggulan di timur Indonesia” kini terancam runtuh oleh ketidakmampuan menjaga integritas riset, melindungi sivitas akademika, serta menepati komitmen pembangunan strategis.

Jika tidak ada langkah reformasi besar-besaran, baik dalam aspek integritas akademik, perlindungan mahasiswa, maupun manajemen institusi, maka kepercayaan publik terhadap Unhas akan terus merosot.